Rabu, 10 Desember 2025

Demoralisasi pada Remaja: Pengertian, Contoh, dan Dampak

Masa remaja adalah fase penting transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada fase ini, remaja rentan mengalami berbagai gejolak psikologis dan sosial. Salah satu tantangan serius yang dihadapi adalah demoralisasi.

Apa Pengertian Demoralisasi Terutama di Masa Remaja?

Secara umum, demoralisasi (atau kemerosotan moral) adalah kondisi di mana terjadi penurunan atau kerusakan nilai-nilai etika, moral, dan standar perilaku yang seharusnya dijunjung tinggi dalam masyarakat atau individu.

Dalam konteks remaja, demoralisasi dapat diartikan sebagai melemahnya atau hilangnya pedoman moral dan etika yang mengatur perilaku, seringkali disertai dengan sikap apatis terhadap norma sosial, agama, dan hukum. Remaja yang mengalami demoralisasi cenderung mengabaikan nilai-nilai baik dan justru mengadopsi perilaku yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari pengaruh lingkungan, media sosial, kegagalan fungsi keluarga, hingga krisis identitas yang mereka alami.

Apa Saja Contoh Demoralisasi Remaja?

Contoh-contoh perilaku yang menunjukkan demoralisasi pada remaja sangat beragam, mencakup pelanggaran etika hingga tindakan kriminal:

Kategori PelanggaranContoh Perilaku Demoralisasi
Kesusilaan dan Etika* Perilaku seks bebas (seks pranikah). * Penggunaan bahasa yang sangat kasar (kebiasaan berkata kotor). * Ketidakmampuan menghormati orang tua atau guru.
Kriminalitas dan Hukum* Terlibat dalam tawuran antarpelajar. * Pencurian ringan (mencopet, mengambil barang teman). * Penyalahgunaan obat-obatan terlarang (narkoba) dan konsumsi minuman keras. * Perundungan (bullying) secara fisik atau cyberbullying yang intens.
Pendidikan dan Kedisiplinan* Membolos sekolah secara terstruktur. * Plagiarisme (menjiplak tugas) tanpa rasa bersalah. * Merusak fasilitas umum atau fasilitas sekolah (vandalisme).
Sosial dan Lingkungan* Bersikap sangat individualistis dan apatis terhadap masalah sosial di sekitarnya. * Bergabung dengan geng atau kelompok yang mengarah pada tindakan merugikan.

Tentu, berikut adalah artikel yang membahas pengertian demoralisasi pada remaja, contoh-contohnya, serta dampaknya pada aspek psikis, sosial, dan masa depan mereka.

Bagaimana Dampak Demoralisasi pada Remaja bagi Psikis dan Sosial serta Masa Depannya?

Demoralisasi membawa konsekuensi serius yang dapat merusak perkembangan pribadi, hubungan sosial, dan prospek masa depan remaja.

1. Dampak pada Psikis (Psikologis)

  • Hilangnya Harga Diri: Perilaku melanggar norma yang berulang dapat menyebabkan rasa bersalah yang terpendam atau sebaliknya, hilangnya empati, dan perasaan hampa.

  • Stres dan Kecemasan: Remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko sering hidup dalam ketakutan akan sanksi, hukuman, atau penangkapan, yang memicu stres kronis dan kecemasan tinggi.

  • Kecenderungan Depresi: Demoralisasi dapat memperburuk kondisi psikis, membuat remaja merasa putus asa terhadap diri sendiri dan masa depan, yang berujung pada depresi.

2. Dampak pada Sosial

  • Konflik dengan Lingkungan: Remaja yang perilakunya menyimpang akan sering berkonflik dengan keluarga, sekolah, dan masyarakat luas, menyebabkan ketegangan hubungan.

  • Pengucilan Sosial: Mereka berisiko tinggi dikucilkan oleh teman sebaya yang taat aturan, sehingga hanya memiliki lingkaran pertemanan yang juga terlibat dalam perilaku negatif, memperkuat penyimpangan.

  • Kerusakan Hubungan Keluarga: Kepercayaan orang tua menurun drastis, menyebabkan komunikasi terputus dan remaja merasa tidak didukung di rumah.

3. Dampak pada Masa Depannya

  • Kegagalan Pendidikan: Keterlibatan dalam aktivitas negatif seperti bolos atau narkoba menyebabkan nilai akademik menurun drastis, berisiko putus sekolah, dan membatasi peluang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.

  • Catatan Kriminal: Pelanggaran hukum dapat meninggalkan catatan kriminal yang akan sangat menghambat peluang mereka mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan.

  • Kualitas Hidup Menurun: Demoralisasi sering terkait dengan gaya hidup tidak sehat (kecanduan, seks bebas), yang meningkatkan risiko penyakit, kemiskinan, dan stabilitas hidup yang rendah di usia dewasa.

Continue reading Demoralisasi pada Remaja: Pengertian, Contoh, dan Dampak

Memahami Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD): Integrasi Sosiologi dan Budaya

 Dalam konteks pendidikan tinggi di Indonesia, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) memiliki peran krusial sebagai mata kuliah dasar umum. Tujuannya adalah membantu mahasiswa memiliki wawasan yang luas mengenai interaksi manusia di tengah masyarakat dan warisan budaya yang mendasarinya.

Secara konseptual, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) adalah cabang ilmu pengetahuan yang merupakan integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga merupakan sosiologi (sosio: sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial.

Sebagai integrasi keilmuan, ISBD tidak hanya mempelajari teori-teori sosiologi atau antropologi murni, tetapi juga berfokus pada masalah-masalah kontekstual yang dihadapi oleh manusia sebagai makhluk sosial dan budaya.

Dua Masalah Pokok Kajian ISBD

Untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah ISBD agar relevan dengan kehidupan mahasiswa dan masyarakat, terdapat dua masalah pokok yang menjadi bahan pertimbangan utama.

Jelaskan dua masalah pokok yang dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah ISBD!

Dua masalah pokok tersebut adalah:

1. Masalah tentang Kenyataan-kenyataan Sosial dan Budaya yang Dihadapi Manusia

Masalah pokok pertama ini berfokus pada dinamika dan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat sosial maupun kultural. ISBD bertujuan mengupas isu-isu nyata yang dihadapi mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat.

  • Fokus Kajian:

    • Keanekaragaman dan Perbedaan: Bagaimana masyarakat mengelola pluralitas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di Indonesia.

    • Konflik dan Integrasi: Fenomena konflik sosial dan upaya-upaya untuk mencapai keselarasan.

    • Perubahan Sosial: Dampak globalisasi, modernisasi, dan perkembangan teknologi terhadap nilai-nilai tradisional.

  • Tujuan: Memberikan mahasiswa pemahaman bahwa realitas sosial bersifat kompleks, sehingga mereka dapat bersikap kritis dan toleran.

2. Masalah tentang Nilai-nilai (Values) dan Usaha Manusia untuk Mencapai Kebahagiaan

Masalah pokok kedua ini lebih mendalam, menyentuh dimensi etika, moral, dan tujuan hidup manusia. ISBD mengkaji bagaimana nilai-nilai luhur budaya membentuk perilaku manusia dan bagaimana manusia berusaha mencapai kehidupan yang bermakna.

  • Fokus Kajian:

    • Etika dan Moral: Hubungan antara manusia dengan alam, sesama, dan Tuhannya, yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.

    • Harapan dan Cita-cita: Upaya manusia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.

    • Seni, Filsafat, dan Estetika: Bagaimana ekspresi budaya digunakan sebagai media untuk mencari makna hidup dan mencapai kebahagiaan batin.

  • Tujuan: Mendorong mahasiswa untuk tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kepekaan emosional dan moral (etika) dalam menggunakan ilmu pengetahuannya demi kepentingan masyarakat luas.

Dengan mempertimbangkan dua masalah pokok ini, kajian ISBD diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu berperan aktif dan bertanggung jawab dalam mengatasi tantangan sosial dan budaya di Indonesia.

Continue reading Memahami Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD): Integrasi Sosiologi dan Budaya

Panduan Singkat: Pemecahan Masalah dalam Musyawarah dan Presentasi di Depan Kelas dengan Topik Piket Kelas

 Tujuan dari proses ini adalah menyusun sistem piket yang lebih efektif dan adil melalui diskusi bersama (musyawarah) dan menyampaikannya secara formal (presentasi).

1. Tahap Diagnosis Masalah (Pra-Musyawarah)

Sebelum berdiskusi, identifikasi dulu masalah utamanya:

  • Tentukan Masalah: Apa yang salah dengan piket saat ini? (Contoh: Sering bolos, tugas tidak merata, kelas kurang bersih).

  • Cari Akar: Mengapa itu terjadi? (Contoh: Lupa jadwal, tidak ada sanksi).

  • Tetapkan Target: Apa yang harus dicapai? (Contoh: Kehadiran piket 100%).

2. Tahap Musyawarah (Diskusi Mencari Solusi)

Gunakan diskusi kelas (musyawarah) untuk mencapai kesepakatan terbaik:

  • Usulkan Solusi: Kumpulkan semua ide. (Contoh: 1. Sistem pengingat digital, 2. Job Description rinci per hari, 3. Aturan sanksi yang disepakati).

  • Evaluasi dan Mufakat: Diskusikan kelebihan dan kekurangan setiap solusi. Pilih solusi gabungan yang paling disetujui bersama (mufakat).

    • Hasil Mufakat: Membuat Daftar Ceklis tugas harian dan menunjuk Koordinator Piket Harian yang bertugas mengingatkan.

3. Tahap Presentasi dan Implementasi (Aksi)

Sampaikan hasil kesepakatan kepada seluruh kelas (dan guru) melalui presentasi.

  • Struktur Presentasi:

    1. Masalah: Jelaskan singkat masalah lama yang ditemukan.

    2. Solusi: Sajikan solusi baru hasil musyawarah (misalnya, perkenalkan Daftar Ceklis dan Koordinator Harian).

    3. Aksi: Jelaskan langkah-langkah implementasinya.

  • Tujuan Presentasi: Meyakinkan semua anggota kelas untuk berkomitmen pada sistem piket yang baru.

  • Implementasi: Segera terapkan sistem baru dan lakukan evaluasi berkala (misalnya, cek kebersihan setiap akhir minggu) untuk melihat apakah pemecahan masalah dalam musyawarah dan presentasi di depan kelas dengan topik piket kelas telah berhasil meningkatkan kebersihan kelas.

Continue reading Panduan Singkat: Pemecahan Masalah dalam Musyawarah dan Presentasi di Depan Kelas dengan Topik Piket Kelas

Ancaman Hukuman Berat dalam UU HAM: Dilema Implementasi

 Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia sering kali menghadapi tantangan berat, meskipun secara normatif, Indonesia memiliki perangkat hukum yang kuat dan memadai, termasuk Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Faktanya, hambatan penegakan HAM di Indonesia sebenarnya bukan karena kurangnya peraturan hukum tentang HAM.

Peraturan hukum yang ada telah memuat ancaman hukuman yang berat, bahkan hukuman mati, bagi pelaku pelanggaran HAM berat seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, ancaman hukuman berat dalam peraturan hukum tentang HAM Indonesia tidak dapat dilaksanakan secara efektif.

Penyebab Kegagalan Implementasi Hukuman Berat

Mengapa ancaman hukuman tersebut sulit terwujud? Masalahnya bukan terletak pada ketiadaan hukum, melainkan pada eksekusi dan faktor-faktor struktural di lapangan. Ancaman hukuman berat tidak dapat dilaksanakan akibat dari serangkaian kompleksitas, terutama:

1. Tembok Impunitas dan Solidaritas Korps

Ini adalah hambatan struktural terbesar. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat sering melibatkan aktor dari institusi negara (militer, kepolisian, atau pejabat). Upaya penegakan hukum sering terhalang oleh solidaritas korps yang kuat, membuat penyelidikan menjadi sulit, dan bahkan berujung pada impunitas (pelaku bebas dari hukuman).

2. Kesulitan Pembuktian Kasus Masa Lalu

Pelanggaran HAM berat seringkali terjadi di masa lalu. Proses pembuktian di pengadilan menjadi sangat rumit akibathilangnya barang bukti, sulitnya menghadirkan saksi (karena intimidasi, ketakutan, atau meninggal dunia), serta tekanan untuk memenuhi standar pembuktian yang sangat tinggi sebagaimana diatur oleh UU Pengadilan HAM.

3. Intervensi Politik dan Rendahnya Independensi

Kasus HAM, khususnya yang berkaitan dengan konflik atau kebijakan di masa lalu, selalu bersentuhan dengan kepentingan politik elit. Hal ini dapat mengakibatkan proses hukum menjadi lambat, terdistorsi, atau bahkan dihentikan oleh intervensi dari kekuatan politik atau eksekutif. Independensi lembaga peradilan sering diuji dalam kasus-kasus sensitif seperti ini.

4. Kultur Kekerasan yang Masih Eksis

Di beberapa institusi, masih ada residu kultur kekerasan yang secara tidak langsung memberikan toleransi terhadap penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat dalam menjalankan tugas. Kultur ini menjadi salah satu penghambat utama yang tidak dapat dilaksanakan secara tegas melalui ancaman hukuman saja jika tidak disertai reformasi kelembagaan yang mendalam.

Continue reading Ancaman Hukuman Berat dalam UU HAM: Dilema Implementasi

Apakah Ada Negara Lain yang Sama Terkait Dasar Negara Indonesia?

Berkas:Pancasila.svg - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pancasila adalah dasar negara (filsafat negara/ideologi) Republik Indonesia. Inti dari pertanyaan Anda adalah: Apakah ada negara lain yang sama terkait dasar negara Indonesia?

Secara spesifik dan literaltidak ada negara lain di dunia yang menggunakan nama, rumusan, dan lima sila yang persis sama dengan Pancasila sebagai dasar negaranya. Pancasila bersifat khas (distingtif) dan merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang hanya ditemukan dalam sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia.

Kesamaan dalam Prinsip Universal, Bukan Rumusan

Meskipun tidak ada yang sama persis, kita bisa menemukan kesamaan dalam prinsip-prinsip universal yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dengan ideologi atau dasar negara lain.

Sila PancasilaPrinsip Universal yang MiripIdeologi/Negara Terkait
Ketuhanan Yang Maha EsaMenghargai nilai-nilai spiritual, moral, dan keagamaan.Beberapa negara yang berlandaskan teokrasi atau memiliki agama resmi, atau negara-negara yang menjamin kebebasan beragama.
Kemanusiaan yang Adil dan BeradabPenegakan Hak Asasi Manusia (HAM), kesetaraan, dan keadilan.Ideologi Liberalisme dan Demokrasi yang berfokus pada individu dan hak-haknya.
Persatuan IndonesiaNasionalisme, integritas teritorial, dan semangat kebangsaan.Dasar negara yang menekankan Nasionalisme kuat (misalnya, Jepang setelah Restorasi Meiji atau beberapa negara pascakolonial).
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/PerwakilanKedaulatan rakyat, Demokrasi, dan pengambilan keputusan melalui musyawarah.Demokrasi Liberal dan Demokrasi Sosialyang mengedepankan parlemen dan suara rakyat.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat IndonesiaKesejahteraan umum, kesetaraan ekonomi, dan distribusi kekayaan yang adil.Ideologi Sosialisme atau Komunisme(meskipun pendekatannya berbeda) yang fokus pada kemakmuran kolektif.

Tentu, ini adalah artikel yang membahas pertanyaan Anda mengenai kesamaan dasar negara Indonesia dengan negara lain.

Mengapa Pancasila Unik?

Pancasila sering disebut sebagai ideologi terbuka dan eklektik (campuran) yang berusaha menyeimbangkan berbagai prinsip, sehingga membedakannya dari ideologi tunggal lainnya:

  • Sintesis Nilai: Pancasila menyatukan Ketuhanan (nilai spiritual), Kemanusiaan (nilai individual), Persatuan(nilai kolektif/nasional), Demokrasi (nilai politik), dan Keadilan Sosial (nilai ekonomi).

  • Jalan Tengah: Pancasila mengambil jalan tengah antara liberalisme (yang terlalu fokus pada individu) dan komunisme (yang terlalu fokus pada kolektivitas negara).

  • Sumber Asli: Kelima sila ini digali dari nilai-nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Indonesia sendiri (digali dari Philosophische Grondslag atau Weltanschauung bangsa).

Dengan demikian, meski prinsipnya dapat ditemukan di berbagai ideologi dunia, cara Pancasila merangkum dan menyeimbangkan kelima sila tersebut menjadi satu kesatuan organik adalah hal yang membuat dasar negara Indonesia unik.

Continue reading Apakah Ada Negara Lain yang Sama Terkait Dasar Negara Indonesia?

Harmoni Hak dan Kewajiban: Mencegah Pengabaian Tanggung Jawab Bernegara

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seringkali diskusi publik didominasi oleh tuntutan pemenuhan hak asasi. Padahal, keseimbangan negara hukum hanya akan tercapai jika pemenuhan hak berjalan beriringan dengan pelaksanaan kewajiban. Pengingkaran kewajiban—seperti tidak membayar pajak, melanggar hukum, atau merusak fasilitas umum—adalah hambatan besar bagi pembangunan nasional.

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan peran aktif dari setiap elemen masyarakat. Langkah awal yang harus dilakukan adalah memahami bentuk partisipasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, mari kita identifikasikan contoh-contoh perilaku yang menunjukkan partisipasi warga negara dalam upaya pencegahan pengingkaran kewajiban warga negara agar dapat diterapkan dalam lingkungan sekitar.

1. Kepatuhan dan Kesadaran Hukum (Lingkungan Masyarakat)

Pencegahan pengingkaran kewajiban dimulai dari kepatuhan diri sendiri terhadap hukum yang berlaku.

  • Tertib Berlalu Lintas: Mematuhi rambu lalu lintas, menggunakan helm, dan membawa surat kelengkapan berkendara. Ini mencegah pengingkaran kewajiban untuk menjaga ketertiban umum.

  • Membayar Pajak Tepat Waktu: Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau Pajak Kendaraan Bermotor. Warga yang taat pajak mencegah kerugian negara dan memastikan pembangunan fasilitas publik terus berjalan.

2. Pendidikan dan Pembinaan Karakter (Lingkungan Pendidikan/Keluarga)

Upaya pencegahan (preventif) paling efektif dilakukan melalui penanaman nilai sejak dini.

  • Menanamkan Budaya Antikorupsi: Mengajarkan kejujuran di sekolah dan rumah agar generasi muda tidak tumbuh menjadi pelanggar hukum yang merugikan negara.

  • Pendidikan Kewarganegaraan: Mengikuti pembelajaran PPKn dengan serius untuk memahami bahwa bela negara bukan hanya tugas militer, tetapi kewajiban seluruh warga sesuai profesinya.

3. Kontrol Sosial dan Pelaporan (Lingkungan Berbangsa)

Warga negara juga berkewajiban untuk tidak membiarkan pelanggaran terjadi di depan mata.

  • Melaporkan Pelanggaran: Berani melaporkan tindak kejahatan atau penyalahgunaan wewenang kepada pihak berwajib. Sikap apatis (tidak peduli) justru menyuburkan praktik pengingkaran kewajiban.

  • Menjaga Fasilitas Umum: Tidak melakukan vandalisme (corat-coret) atau merusak taman kota. Menegur pihak yang merusak fasilitas umum adalah bentuk partisipasi aktif menjaga aset negara.

Kesimpulan

Mencegah pengingkaran kewajiban tidak harus menunggu instruksi pemerintah. Dengan memulai dari diri sendiri—seperti taat aturan dan membayar pajak—kita telah berkontribusi besar dalam menjaga kedaulatan dan kestabilan negara.

Continue reading Harmoni Hak dan Kewajiban: Mencegah Pengabaian Tanggung Jawab Bernegara

Memahami Posisi Strategis Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP)

Inilah Nama Lima Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh

Dalam kancah hubungan internasional, kehadiran seorang wakil negara di luar negeri merupakan elemen vital untuk menjaga kedaulatan dan memperjuangkan kepentingan nasional. Posisi tertinggi dalam perwakilan diplomatik ini dipegang oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP).

Jabatan ini bukan sekadar peran seremonial, melainkan posisi strategis yang memegang mandat langsung dari kepala negara.

Definisi dan Kedudukan Hukum

Untuk memahami esensi dari jabatan ini, kita harus melihat pada definisi hukum dan ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia. Secara spesifik:

"Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh adalah pejabat negara eksekutif yang diangkat oleh presiden Kepentingan yang mewakili negara dan Kepala Negara Republik Indonesia di satu negara tertentu atau lebih atau pada organisasi internasional. Pengangkatan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh termasuk urusan pemerintahan absolut"

Dari pernyataan tersebut, terdapat beberapa poin kunci yang dapat kita bedah:

  1. Pejabat Negara Eksekutif: Duta Besar adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat (eksekutif). Mereka bukan pegawai negeri sipil biasa, melainkan pejabat negara yang memiliki hak protokoler khusus.

  2. Mandat Presiden: Pengangkatan mereka dilakukan langsung oleh Presiden, yang menegaskan betapa tingginya kepercayaan yang diberikan kepada individu tersebut.

  3. Lingkup Tugas: Wilayah kerja mereka bisa mencakup satu negara sahabat, merangkap beberapa negara sekaligus, atau mewakili Indonesia di organisasi internasional seperti PBB atau ASEAN.

Mengapa Disebut "Luar Biasa dan Berkuasa Penuh"?

Istilah ini berasal dari praktik diplomasi internasional.

  • Luar Biasa (Extraordinary): Menunjukkan bahwa duta besar tersebut diangkat untuk misi yang permanen dan memiliki kedudukan tertinggi di kedutaan.

  • Berkuasa Penuh (Plenipotentiary): Artinya, pejabat ini memiliki wewenang penuh (full powers) untuk bertindak atas nama negara dan menandatangani perjanjian tanpa perlu konfirmasi berulang-ulang untuk setiap detail kecil, selama masih dalam koridor instruksi Presiden.

Urusan Pemerintahan Pusat

Penting untuk dicatat bahwa urusan luar negeri adalah salah satu dari urusan pemerintahan absolut. Artinya, wewenang ini sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah (otonomi daerah).

Oleh karena itu, proses seleksi dan pengangkatan seorang Duta Besar LBBP melalui proses yang ketat di Jakarta. Presiden biasanya akan meminta pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum melantik seorang calon, guna memastikan bahwa sosok yang dipilih memiliki kapabilitas diplomasi yang mumpuni untuk membawa nama baik bangsa di mata dunia.

Continue reading Memahami Posisi Strategis Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP)