Kamis, 11 Januari 2018

, , , , , , , ,

Implementasi Demokrasi Pada Partai Politik


PARTAI politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu organiasasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai.
Secara umum partai politik dikatakan sebagai satu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Karena itu, “Partai Politik” dalam pengertian modern  dapat didefisinikan sebagai kelompok yang mengajukan calon-calon bagi  jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah. 
Batasan lengkap dikemukakan oleh Mark N. Hagopian, menurutnya partai politik adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan idiologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.
Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan idiologi-idiologi sosial dengan lembaga - lembaga pemerintahan  yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik didalam masyarakat politik yang lebih luas. Dalam pelaksanaan kehidupan demokrasi, keberadaan partai politik  merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem politik.  Sebab ia merupakan infrastruktur elemen politik sebuah bangsa. Tidak terbantahkan bahwa tidak ada sistem politik yang dapat berlangsung tanpa adanya keterlibatan partai politik, kecuali dalam masyarakat tradisional yang berkepemimpinan otoriter. Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Sementara keberadaan demokrasi memberikan asumsi bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat akan lebih baik. Dalam alam pikiran ini menunjukkan tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik kenegaraan dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Dianggap bahwa berhasil tidaknya pembangunan bergantung kepada partisipasi rakyat dan bahwa pengikut sertaan partisipasi akan membantu proses penanganan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan - perbedaan etnis, budaya, status sosial dan ekonomi, agama dan sebagainya.  Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam kehidupan politik, dalam kenyataannya hanya sedikit orang yang mau terlibat aktif dalam kehidupan politik. Dan lebih besar jumlah orang yang tidak mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Bahkan terdapat pula orang-orang yang menghindar diri dari semua bentuk partisipasi politik, atau hanya berpartisipasi pada tingkatan yang paling rendah.
Dalam hal ini Morris Rosenberg mengemukakan adanya tiga alasan mengapa orang tidak mau berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Pertama, karena katakutan akan konsekwensi negatif dari aktifitas politik. Disini orang beranggapan bahwa aktifitas politik merupakan ancaman terhadap kehidupannya. Kedua, karena orang beranggapan bahwa partisipasi dalam kehidupan politik merupakan kesia-siaan. Dia merasa sia-sia karena partisipasi politiknya tidak akan mempengaruhi proses politik. Ketiga, karena tidak adanya perangsang untuk berpartisipasi dalam kehidupan berpolitik. Disini misalnya, tidak adanya penghargaan atas gagasan-gagasan politik. Tidak ada hasil yang dapat dipetik dari partisipasi tersebut. Maka orangpun enggan atau tidak mau berpartisipasi dalam aktivitas persoalan politik.


Bagi negara-negara berkembang, persoalan partisipasi masyarakat menjadi masalah yang cukup rumit. Bahkan dibeberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom artinya lahir dari diri mereka sendiri sangat terbatas, malahan mendekati apati. Kebanyakan negara-negara baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar keterbelakangan mereka. Integrasi nasional, pembentukan identitas nasional serta loyalitas kepada negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik masyarakat.
Akan tetapi setiap usaha pembangunan, terutama dalam negara yang berhadapan dengan masalah kemiskinan dan sumber daya yang langka, akan sesalu dibarengi dengan gejolak-gejolak sosial. Keresahan-keresahan ini ini akan mewarnai kehidupan politik di negara-negara berkembang dan menjadikan baginya penuh dinamika.
Bagi Indonesia, di mana situasi transisional dari rezim otoriter  menuju sistem yang lebih demokratis seperti sekarang ini, merupakan pekerjaan yang tidak dapat dielakkan bila demokrasi ingin segera ditegakkan dan pemerintah yang adil bisa dilaksanakan. Mengingat selama ini politik telah siplot sebagai penopang rezim otoriter. Maka agar sesuai tata nilai sistem demokrasi, maka restrukturisasi politik perlu segera dilaksanakan. Hanya dengan pembangunan politik ini pembangunan dibidang yang lain seperti ekonomi, hukum, pendidikan dan sebagainya bisa dilaksanakan dengan baik. Sebab tanpa ditunjang kekuatan politik, hambatan yang ada baik struktural maupun kultural sulit untuk dikikis.
Di sini tidak hanya diperlukan political will tetapi juga memerlukan political pressure. Yaitu serangkaian keterlibatan masyarakat secara aktif dalam per masalahan kebijakan publik dan pelibatan bagi pelaksanaannya. Bukan komonitas yang menyerahkan segala nasib dan penentuan kebijakan pada penguasa secara total. Untuk itu diperlukan adanya penguatan hak politik sipil ditengah apatisme masyarakat yang semakin menjadi.
Fungsi partai politik kalau menurut undang-Undang Tentang partai Politik Nomor 31 tahun 2002, partai politik berfungsi:
1.      Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berm asyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.      Penciptaan yang kondusif dan program konkrit serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan  bangsa untuk mensejahterakan masyarakat
3.      Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam  merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4.      Partisipasi politik warga negara; dan
5.      Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan gender.  
Sedangkan menurut Miriam Budiardjo fungsi partai politik dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
1.      Partai sebagai sarana komunikasi politik
         Ini maksudnya bahwa tugas partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedem i kian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
         Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (Interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratu. Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan“  (Interest articulation).
2.      Partai sebagai sarana sosialisasi politik
         Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin sehingga partai harus memberikan image memperjuangkan kepentingan umum. 
3.      Partai politik sebagai pengatur konflik
         Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya. Namun praktek dilapangan justru sebaliknya, justru informasi yang diberikan menimbulkan kegelisahan dan perpecahan  masyarakat, yang dikejar bukan kepentingan nasional akan tetapi kepentingan partai, terjadi pengkotakan politik, konflik tidak diselesaikan, akan tetapi  malah dipertajam.
            Proses pendewasaan demokrasi di Indonesia telah melalui masa 10 tahun sejak tahun 1999, dan dalam perjalanannya telah melewati berbagai proses yang penuh dengan dinamika kehidupan demokrasi. Pelaksanaan Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR-RI,DPRD Provinsi,& DPRD Kab/Kota telah dilalui sebanyak 3 kali dengan 4 Presiden yang berbeda pasca pemerintahan Presiden Soeharto. Dalam periode 10 tahun ke belakang telah banyak perubahan yang dialami Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan proses demokratisasi, diantaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan pers,pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Salah satu perubahan yang sangat penting sejak Reformasi adalah munculnya berbagai partai politik sebagai salah satu wujud kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat,dan berkumpul yang menjadi satu ciri utama negara yang menjalankan sistem demokrasi.
            Sejak Pemilihan Umum pasca reformasi sejak tahun 1999 sampai dengan Pemilihan Umum  tahun 2014 telah banyak dinamika yang dihadapi dalam melaksanakan amanat demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Salah satu yang paling berbeda dibandingkan dengan penerapan sistem demokrasi otoriter pada masa rezim orde baru adalah dengan munculnya berbagai macam partai politik peserta pemilu yang setiap saat jumlahnya selalu bertambah. Pada pemilu tahun 2009, partai politik peserta pemilu mencapai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu sebanyak 38 parpol ditambah 6 partai politik lokal di Nangroe Aceh Darussalam.
            Di satu sisi, banyaknya jumlah partai politik peserta pemilu dalam proses demokrasi di Indonesia merupakan suatu bentuk konsenkuensi logis dari penerapan sistem demokrasi secara konsisten, namun di sisi lain banyaknya jumlah partai politik tidak otomatis membuat kualitas pelaksanaan sistem demokrasi menjadi lebih baik, bahkan cenderung menjadi semakin buruk.
            Mau atau  tidak mau, suka atau tidak suka,semua partai politik akan berusaha untuk memperoleh dukungan sebesar-besarnya dalam suatu pemilihan umum untuk mempengaruhi arah kebijakan negara. Tinggal dengan cara apa partai politik akan menarik simpati rakyat untuk memperoleh dukungan rakyat pada periode pemilihan umum berikutnya di tahun 2019, apakah akan tetap menggunakan pola-pola pendekatan lama atau akan menggunakan pola-pola pendekatan yang baru dengan konsekuensi akan menghadapi perjuangan yang sangat berat. Pandangan a priori masyarakat terhadap partai politik yang dibuktikan dengan semakin berkurangnya partisipasi pemilih dalam pemilu 2014 bukan tanpa alasan, karena memang sampai hari ini belum nampak hasil kerja nyata partai poltik yang benar-benar berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, khususnya setelah pelaksanaan Pemilihan Umum.
            Oleh karena itu, harus ada langkah-langkah kongkret yang harus dimulai dari hari ini sampai dengan pemilihan umum periode selanjutnya di tahun 2019.

2 komentar: